Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (“TKI”) ke luar negeri adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan hingga pemulangan dari negara tujuan ke daerah asal TKI. Pada prakteknya, pelaksana penempatan TKI tersebut dapat dilakukan oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (yang selanjutnya disebut “PPTKIS”), yaitu merupakan badan hukum yang telah memperoleh izin tertulis dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri. Adapun PPTKIS dalam menjalankan kegiatan usahanya harus patuh terhadap Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. PER.14/MEN/X/2010 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, PPTKIS dapat berbentuk Perseroan Terbatas (“PT”) atau badan hukum lainnya yang dapat menjalankan kegiatan penyaluran TKI ke luar negeri. Kemudian, PPTKIS wajib memiliki Surat Izin Pengerahan (“SIP”) yang merupakan izin yang diberikan oleh pemerintah kepada PPTKIS untuk merekrut calon TKI dari daerah tertentu, untuk jabatan tertentu dan untuk dipekerjakan pada calon pengguna tertentu dalam jangka waktu tertentu. Permohonan SIP diajukan kepada Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk dengan dibuat dalam bahasa negara tujuan penempatan dan/atau bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Sebelumnya, PPTKIS sudah harus memiliki perjanjian kerjasama dengan pengguna TKI atau mitra usaha PPTKIS serta rancangan perjanjian kerja dan perjanjian penempatan untuk TKI. PPTKIS yang telah memperoleh SIP wajib untuk melaporkan kepada dinas provinsi daerah rekrut dan Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (“BP3TKI”) untuk mendapatkan surat pengantar rekrut. Perekrutan calon TKI wajib didahului dengan memberi informasi yang dapat dilakukan melalui penyuluhan atau bimbingan oleh PPTKIS yang setidak-tidaknya memuat hal-hal mengenai uraian pekerjaan yang tersedia, lokasi, biaya-biaya, tata cara dan prosedur perekrutan serta hak dan kewajiban TKI.
Kemudian, PPTKIS bersama-sama dengan petugas antar kerja dinas kabupaten/kota setempat mengadakan seleksi calon TKI yang meliputi seleksi administrasi dan seleksi minat, bakat, dan ketrampilan calon TKI. PPTKIS juga berkewajiban untuk menandatangi perjanjian penempatan TKI dengan calon TKI yang telah memenuhi persyaratan dan lulus seleksi. Setelah itu, PTKIS wajib untuk membantu dan memfasilitasi calon TKI yang telah lulus seleksi untuk melakukan pemeriksaan kesehatan dan psikologi.
Selain itu, PPTKIS juga memiliki kewajiban untuk mengikutsertakan hingga mendaftarkan setiap calon TKI yang telah mememuhi persyaratan administrasi dalam program Pembekalan Akhir Pemberangkatan atau dikenal dengan istilah “PAP” yang sudah selesai paling lambat 2 (dua) hari sebelum berangkat ke luar negeri. Program PAP tersebut diselenggarakan oleh BP3TKI dan difasilitasi oleh dinas provinsi. Terlepas dari prosedur penyaluran TKI, PPTKIS wajib memantau secara langsung atau berkoordinasi dengan mitra usaha atau pengguna di negara penempatan mengenai keberadaan dan kondisi TKI selama masa penempatan. Hasil pelaporan tersebut harus dilaporkan secara berkala setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (“BNP2TKI”). Lebih lanjut lagi, PPTKIS harus menghubungi TKI selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya perjanjian kerja untuk menjamin kepulangan TKI dari negara penempatan sampai tiba di daerah asal yang menjadi kewajiban dari PPTKIS, serta untuk melaporkan jadwal kepulangan TKI kepada Perwailan Republik Indonesia di negara penempatan secara tertulis melalui mitra usahanya atau perwakilan PPTKIS dengan tembusan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Kepala BNP2TKI. Dalam hal kepulangan TKI disebabkan karena kecelekaan kerja yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan pekerjaannya lagi atau terjadi perselisihan TKI dengan pengguna yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja, maka PPTKIS wajib membantu penyelesaian hak-hak TKI yang belum terpenuhi.
Dalam proses tersebut, PPTKIS hanya dapat membebankan biaya penempatan kepada calon TKI untuk komponen biaya yang meliputi: 1. Pengurusan dokumen jati diri. 2. Pemeriksaan kesehatan dan psikologi. 3. Pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja. 4. Visa kerja. 5. Akomodasi dan konsumsi selama masa penampungan. 6. Tiket pemberangkatan dan retribusi jaya pelayanan bandara (airport tax). 7. Transportasi local sesuai jarak asal TKI ke tempat pelatihan/penampungan. 8. Jasa perusahaan, dan 9. Premi asuransi.
Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yang dilaksanakan oleh PPTKIS diatur lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Pada tahun 2016 silam, terdapat beberapa daftar PPTKIS yang menempatkan TKI secara unprosedural dan overcharging yang mengakibatkan BNP2TKI melalui Deputi Bidang Penempatan mengumumkan penundaan persetujuan Surat Izin Pengerahan (SIP) bagi PPTKIS tersebut. Berdasarkan laporan dan data yang diterima BNP2TKI, PPTKIS terbukti melakukan pelanggaran terhadap proses penempatan TKI. Pelanggaran tersebut adalah adanya pelanggaran terkait biaya penempatan yang melebihi ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah (overcharging), penempatan TKI secara unprosedural, adanya penahanan dokumen TKI dan adanya pengancaman terhadap TKI dan keluarganya.
Artikel ini dibuat sebatas untuk kepentingan informasi dan bukan merupakan nasihat dari segi hukum. Silahkan menghubungi ABRAZQA Law Office apabila Anda memerlukan konsultasi hukum.